Agribisnis sering diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal konsep agribisnis adalah utuh, mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis dapat berkembang di Indonesia karena kondisi daerah yang menguntungkan, antara lain: lokasinya di garis khatulistiwa, berada diluar zona angin taifun, tersedianya sarana dan prasarana pendukung berkembangnya agribisnis, dan kemauan politik pemerintah untuk memberikan prioritas. Hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek, antara lain: Pola produksi terletak di lokasi yang berpencar, sarana dan prasrana belum memadai di luar Jawa, biaya transportasi menjadi lebih tinggi, adanya pemusatan agroindustri di kota-kota besar, dan sistem kelembagaan kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis. Dengan adanya persaingan yang ketat terhadap pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia, menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia.
Agar sasaran pembangunan pertanian mempunyai kontribusi yang nyata, maka upaya khusus perlu dikembangkan, yaitu; tetap memperhatikan prinsip keunggulan komparatif; meningkatkan keterampilan masyarakat setempat; meningkatkan kesinambungan pasokan bahan baku; menyediakan fasilitas kredit serta pelayanan yang memadai. Pengembangan sektor pertanian diperlukan konsep agribisnis, yaitu memproduksi hasil pertanian yang mempunyai keunggulan komparatif (prospek ekspor) dan perwilayahan (pengembangan komoditi berdasarkan potensi wilayah), memprosesnya dan selanjutnya memasarkan untuk konsumsi lokal dan ekspor. Untuk itu diperlukan fasilitas pendukung peningkatan produktivitas pertanian, permodalan atau perbankan yang mendukung berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian dan perluasan pasar.
Banyak dijumpai kasus petani yang selalu berganti tanaman karena dianggap terlalu lama menghasilkan keuntungan atau yang pindah ke kota besar untuk mengadu nasib demi pendapatan yang lebih besar. Pada dasarnya yang dilakukan adalah untuk memaksimalkan pendapatan berdasarkan penguasaan sumber daya yang terbatas. Yang diandalkan adalah asas profit maximization yang biasanya dicirikan oleh:
a. Cepatnya mengadopsi inovasi sehingga disebut early adapters, yaitu golongan petani maju yang tingkat sosial ekonominya baik.
b. Derajat kosmopolitasnya tinggi dengan mobilitas yang cepat dalam memperoleh informasi.
c. Berani menanggung risiko.
d. Mampu dan mau mencoba hal-hal atau teknologi yang baru.
Disisi lain ada pula petani yang lamban dalam melaksanakan kemajuan, enggan mencoba
teknologi baru dan dikenal dengan istilah petani subsistem yang dicirikan oleh kemauan untuk tujuan memaksimumkan kepuasan (utility maximization) dari pada memaksimumkan keuntungan. Karena kemajuan ilmu dan teknologi dan pembangunan yang sudah menyentuh pedesaan, maka kemudian yang dijumpai adalah golongan petani yang semi-komersial atau semi-subsistem.
1. Agribisnis Dalam Pertanian di Indonesia.
Karena cakupan agribisnis adalah luas dan kompleks, dimulai dengan proses produksi, pengolahan sampai pada pemasaran hasil pertanian termasuk di dalamnya kegiatan penunjang proses produksi, maka agribisnis memegang peranan penting kalau saja pada Pelita V terdapat kondisi perekonomian atau industri yang kuat didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Menurunnya harga di pasaran dunia dan masih tingginya biaya produksi (high cost economy), disebabkan beberapa faktor, antara lain: Pola produksi tidak berkelompok, sarana dan prasarana ekonomi belum memadai, pola agroindustri cenderung terpusat di perkotaan, kondisi geografis berupa kepulauan yang membuat tingginya biaya transportasi, dan sistem kelembagaan yang belum memadai. Dalam kondisi globalisasi ekonomi dunia yang relatif sulit diprediksi, mendorong tiap negara harus mampu mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai daya saing komparatif (comparative advantage) yang tinggi di pasaran internasional. Untuk sektor pertanian, perlu dipikirkan beberapa aspek, yaitu: Pemanfaatan seoptimal mungkin sumberdaya alam yang dimiliki, tanpa harus mengorbankan aspek kelestariannya; Peningkatan pada penguasaan dan pengembangan aspek teknologi (technological endowment); Penguasaan kelembagaan (institutional endowment), dimana petani sebagai produsen harus mampu mengusahakan sendiri produksi pertaniannya, mengolah hasilnya sekaligus memasarkan pada kondisi harga yang menguntungkan; Yang berkaitan dengan kebudayaan (cultural endowment), dimana keberhasilan pembangunan pertanian tersebut salah satunya sangat tergantung dari aspek manusia dan budayanya.
2. Agribisnis dan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.
Perjalanan pembangunan Indonesia sejak Pelita I sampai sekarang mengalami berbagai keberhasilan utamanya sektor pertanian, dimana pada Pelita IV tercatat pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1 % per tahun dan sektor pertanian meningkat sebesar 3,4 % per tahun.
Dengan memperhatikan aspek produktivitas, stabilitas, berkelanjutan dan dapat disebarluaskan serta empat aspek lainnya, yaitu pemanfaatan sumberdaya yang efisien, teknologi terkini, institusi dan budaya yang mendukung, maka mempertahankan keberhasilan pembangunan pertanian yang telah dicapai dalam Pelita IV tentu dihadapkan pada berbagai masalah dalam Pelita V. Permasalahan ini akan semakin jelas seirama dengan berkembangnya politik globalisasi ekonomi dunia yang berkembang di berbagai negara.
3. Pokok Perhatian.
Beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam agribisnis dan pembangunan yang berkelanjutan pada waktu Pelita V atau setelahnya adalah:
- Peranan sektor pertanian cukup dominan disertai pergeserannya menuju sektor industri perlu diupayakan tanpa harus mengorbankan kepentingan rakyat.
- Peranan agribisnis masih tetap dominan dalam memacu laju pembangunan pertanian, maka seluruh aspek yang mendukung dari produksi sampai pemasaran perlu ditingka
- Peranan pembangunan berkelanjutan menjadi sangat penting agar sumber alam yang ada dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar